Margarana Bajra Sandhi: Monumen Perjuangan Rakyat Bali
Monumen Perjuangan Rakyat Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Monumen Margarana Bajra Sandhi merupakan salah satu tempat wisata sejarah yang wajib dikunjungi di Kota Denpasar. Berlokasi di Jalan Raya Puputan Nomor 142 Panjer, Denpasar Selatan, monumen ini berada di tengah hijaunya Lapangan Puputan Margarana.
Pulau Bali pada masa itu turut menjadi salah satu daerah perjuangan melawan Belanda. Tidak sedikit pahlawan yang menjadi pelopor perjuangan kemerdekaan, seperti I Gusti Ngurah Rai, I Gusti Ketut Jelantik, dan I Gusti Ketut Pudja.
Bali menjaga basis bawah dari serangan Belanda dengan perjuangannya yang terkenal antara lain Perang Jagaraga di tahun 1848-1849, Perang Kusamba di tahun 1849, Perlawanan Rakyat Banjar di tahun 1868, Perang Puputan Badung di tahun 1906, Puputan Klungkung di tahun 1908, dan Perang Puputan Margarana di tahun 1946.
Demi melestarikan sejarah dan sebagai penghargaan atas perjuangan semeton/rakyat Bali serta para pahlawan yang telah berkorban demi kemerdekaan Indonesia, di berikanlah nama jalan, pendirian monumen, nama lapangan terbang, dan sebagainya.
Apresiasi tersebut juga menjadi wadah bagi generasi muda untuk mempelajari dan meneladani wujud rela berkorban, dan cinta tanah air yang dilakukan para tokoh dalam memperjuangkan Indonesia meraih kemerdekaan.
Salah satu bentuk penghargaan terbesar yang dibangun oleh masyarakat bali di daerah Niti Mandala, Denpasar, dikenal dengan istilah Monumen Perjuangan Rakyat Bali.
Asal Usul Monumen Perjuangan Rakyat Bali
Banyak falsafah yang menggambarkan alasan pembangunan Monumen Perjuangan Rakyat Bali. Falsafah Lingga-Yoni yang melambangkan simbol kesuburan dan kesejahteraan, dimana pertemuan antara Lingga yang berarti Lambang Purusa (pria) dan Yoni yang berarti Lambang Pradana (wanita).
Bapak Nyoman Subawa menceritakan, monumen ini juga berlatarkan falsafah yang berasal dari Kitab Adi Parwa yaitu kisah Pemutaran Mandara Giri (Gunung Mandara) di Ksirarnawa (Lautan Susu).
Kisah ini menceritakan bahwa para Dewa dan Raksasa/Daitya mencari Tirta Amertha (air kehidupan abadi) dengan jalan memutari Gunung Mandara. Pemutaran Gunung Mandara yang dilakukan tidaklah mudah. Para Dewa memegang ekor Naga Basuki yang menjadi perumpamaan tali pengikat dan pemutar gunung, sedangkan para Daitya memegang bagian kepala.
Untuk menjaga dasar Gunung Mandara yang dirupakan sebagai Akupa (kura-kura), Dewa Siwa menahan dengan menduduki bagian atas gunung. Rintangan yang dilalui dalam memutar Gunung Mandara akhirnya membuahkan hasil.
Secara berturut-turut keluarlah Ardha Candra (Bulan Sabit), Dewi Sri dan Laksmi, Kuda Uchaisrawa (Kuda Terbang), Kastubamani (Pohon Kebahagiaan), dan yang terakhir keluar Dewi Dhanwantari yang membawa Tirta Amertha. Secara filosofis, kisah ini merefleksikan pesan bagi generasi muda untuk selalu bekerja keras, ulet, tekun, dan gotong royong dalam meraih keberhasilan.
Profil dan Kisah Monumen Margarana Bajra Sandhi
Monumen Margarana Bajra Sandhi Bali ini dibangun di area Niti Mandala Denpasar, tepatnya di Lapangan Puputan Margarana. Bangunan monumen ini berbentuk seperti Bajra (genta) atau lonceng suci (Sandhi) yang digunakan oleh pendeta agama Hindu saat mengucapkan mantra dalam upacara persembahyangan sehingga sering juga dikenal dengan nama Monumen Bajra Sandhi.
Monumen yang menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) ini terdapat 33 (tiga puluh tiga) unit diorama di dalamnya. Diorama tersebut menggambarkan keadaan masyarakat Bali sejak Masa Prasejarah, Masa Sejarah, Masa Bali Kuno, Masa Bali Madya, Masa Penjajahan, hingga Masa Perjuangan merebut kemerdekaan.
Seluruh penggambaran diorama ditampilkan dalam bentuk tiga dimensi dengan dilengkapi berbagai model boneka manusia, binatang, dan pelengkap lainnya. Tak lupa terdapat informasi tertulis dengan aksara Bali, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris yang berisi penjelasan setiap diorama.
Penyuguhan diorama ini bertujuan agar pengunjung Monumen Bajra Sandhi dapat memahami dan mempelajari alam, situasi, dan suasana Bali pada saat itu.
Masuknya pasukan Jepang ke Bali pada 1942 yang pada awalnya dianggap sebagai alat untuk mengusir penjajah Belanda, malah berlanjut menjadi mimpi buruk baru bagi masyarakat Bali. Jepang menggerakkan kerja paksa (Romusha) untuk kepentingan memenangkan perang dunia 2.
Pada tahapan selanjutnya setelah dimulainya era awal kemerdekaan, diketahui bahwa Berita Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 di Jakarta tidak langsung terdengar di Bali.
Hal tersebut baru terealisasi pada tanggal 23 Agustus 1945 dengan Mr. I Gusti Ketut Pudja diberi mandat menjadi Gubernur Sunda Kecil. Beliau berangkat menggunakan jalur darat menuju Bali untuk menyampaikan berita kemerdekaan.
Keesokan paginya diadakan upacara bendera dan penggantian seluruh bendera Jepang yang menempel di kantor-kantor kerajaan menjadi bendera Indonesia. Pada 5 Juli 1946, pertempuran Tanah Aron melawan Belanda dimulai dan dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai.
Dalam pertempuran tersebut tidak ada korban satupun dari laskar I Gusti Ngurah Rai. Pada tanggal 20 November 1946 terjadi pertempuran sengit yang dikenal dengan Puputan Margarana antara pasukan Ciung Wanara dibawah pimpinan Letkol I Gusti Ngurah Rai yang gugur bersama pasukannya, dengan serdadu Belanda.
Pada masa perang berakhir, Bali mulai bangkit dan berperan mengisi kemerdekaan Indonesia dengan membangun daerah Bali berlandaskan kebudayaan yang dijiwai Agama Hindu pada beberapa bidang seperti Pariwisata, Pertanian, Pendidikan, serta Kebudayaan.
Mengenang jasa para pahlawan dalam membawa Indonesia merdeka dan menjaganya dari serangan negara asing, Monumen Perjuangan Rakyat Bali menjadi bukti nyata akan sejarah yang pernah terjadi di masa lampau.
Sebagai warga negara Indonesia, kita harus tetap melestarikan sejarah dan mengamalkan pesan baiknya di kehidupan sehari-hari. Akan sia-sia pengorbanan para pahlawan apabila kita tidak memakainya untuk membangun Indonesia yang lebih berbudaya dan tertata di mata dunia.
Sisi lain yang menarik dari monumen ini adalah lapangannya,tujuan dari dibangunnya monumen ini adalah untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur dalam melawan penjajah. Selain itu lokasi ini juga sering menjadi destinasi aktivitas masyarakat bali.
Ada banyak sekali aktivitas yang dapat dilakukan di lapangan ini, kita bisa saja duduk santai sambil melihat orang-orang yang sedang melakukan aktivitasnya masing-masing.
Namun, kita juga bisa ikut beraktivitas dengan berolahraga di tempat ini. Lapangan ini sendiri menyediakan sebuah jogging track yang bisa dimanfaatkan oleh banyak orang. Jadi tak perlu khawatir kalian akan kehabisan ide untuk melakukan berbagai kegiatan.
Lapangan ini sendiri bisa dikatakan merupakan salah satu destinasi wisata budaya di Bali yang cukup menarik untuk dikunjungi. Pasalnya terkadang di lokasi ini sering diadakan pertunjukan seni budaya bali.